Rabu, 24 Desember 2014

Filsafat Ilmu



BAB II
PEMBAHASAN


A.       PENGERTIAN FILSAFAT ILMU
Sebagaimana pendapat umumnya, bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, prinsip-prinsip mencari kebenaran, atau berfikir rasional-logis, mendalam dan bebas untuk memperoleh kebenaran. Kata ini berasal dari Yunani Philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom).
Harun Nasution mengatakan  kata filsafat berasal  dari bahasa arab falsafa dengan dengan wazan(timbangan)fa’lala,fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian ,menurut Harun Nasution ,kata benda dari falsafa  seharusnya  falsafah dan filsaf. Menurutnya, dalam bahasa Indonesia banyak terpakai  kata filsafat,padahal bukan berasal dari kata  Arab  falsafah  dan bukan dari  kata inggris Philosophy. Harun Nasution mempertanyakan  apakah kata fil berasal dari bahsa ingggris dan safah di ambil dari bahasa Arab,sehingga terjadi gabungan keduanya,yang kemudian menimbulkan kata filsafat.[1]
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, demikian pula seni dan agama. Jadi dalam pengetahuan tercakup didalam ilmu, seni dan agama. Filsafat sebagaimana pengertian semula bisa dikelompokkan ke dalam bagian pengetahuan tersebut, sebab pada permulaanya filsafat dengan identik dengan pengetahuan (baik teoretik maupun paraktik.[2]
Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.[3]
Secara garis besar, Jujun S. Suriasumantri menggolongkan pengetahuan menjadi tiga ketegoti umum, yakni: 1) pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk (etika/agama), 2) pengetahuan tentang indah dan yang jelek (estetika/seni), 3) pengetahuan tentang yang benar dan yang salah (logika/ilmu). Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelas-kan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tak lagi merupakan misteri.[4]
Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu.[5] Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.
Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri. Istilah lain dari filsafat ilmu adalah theoryof science (teori ilmu), metascience (adi-ilmu) dan science of science (ilmu tentang ilmu).[6] Filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tntang dasar-dasar ilmu.[7]
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah. Ilmu merupakan cabang dari pengetahuan. Filsafat ilmu menurut Mohar seperti yang dikutip oleh Andi Hakim Nasoetion (1999:27) ialah suatu usaha akal manusia yang teratur dan taat asas menuju penemuan keterangan tentang pengetahuan yang benar. Sasaran filsafat ilmu adalah mengadakan penataan dan pengetahuan atas dasar asas-asas yang dapat menerangkan terjadinya ilmu pengetahuan.[8]
The Liang Gie mendefinisikan filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.[9]
Yuyun S. Sumantri (1998:33) menguraikan, bahwa filsafat ilmu merupakan kajian secara filsafat yang bertujuan untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai hakikat ilmu, sebagai berikut:
1.      Pertanyaan landasan ontologis
Objek penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindra manusia. Seperti, objek apa yang ditelaah? Bagaimana wujud dan hakikat dari objek tersebut?
2.      Pertanyaan landasan epistemologis
Epistemologis atau teori pengetahuan membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat pada usaha manusia dalam mencari dan memperoleh pengetahuan. Seperti, pertanyaan bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur tersebut menjadi ilmu? Bagaimana prosedur dan mekanismenya?
3.      Pertanyaan landasan aksiologis
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu di gunakan? Bagaimana kaitan antara penggunaan ilmu dan kaidah moral? Bagaimana korelasi antara teknik prosedural yang merupakan operasional metode ilmiah dengan norma-norma moral? .[10]
Maka dapat disintesiskan Filsafat ilmu adalah filsafat pengetahuan yang secara spesifik mengkaji dan menjelaskan apa saja tentang hakikat dari ilmu atau pengetahuan ilmiah baik itu dilihat dari epistemologies, ontologis, maupun aksiologis, dapat meliputi mengenai penyelidikan ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah ataupun cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.
Pendapat Noeng Muhadjir bahwa telaah substansi dari filsafat ilmu terdiri dari empat hal diantaranya :
1.      Fakta
2.      Kebenaran
3.      Konfirmasi
4.      Logika inferensi yaitu alat berpikir untuk membuat prediksi ilmiah atau ramalan ilmiah kejadian yang akan dating dengan menggunakan system rasional tertentu.[11]
Sedangkan fungsi filsafat ilmu menurut Waryani Fajar Riyanto antara lain :
1.      Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada
2.      Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat yang lain.
3.      Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia
4.      Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
5.      Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya.[12]

1.      Filsafat Ilmu Menurut Tokoh-tokoh
a.       Phytagoras (572 - 497 SM) sebagai orang pertama yang memakai kata philosopia yang berarti pecinta kebijaksanaan (lover of wisdom) bukan kebijaksanaan itu sendiri.
b.      Plato (427- 347 SM) mengartikannya sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya mencapai kebenaran yang murni dan hakiki, atau pemikiran tentang sebab-sebab dan asas-asas dari segala sesuatu yang ada.
c.       Aristoteles (382 – 322 SM) mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang senantiasa mencari  kebenaran .
d.      Al- Farabi (870 – 950 ) mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan hakekat alam yang sebenarnya.
e.       Descartes (1590 – 1650) mendefinisikan filsafat sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang Tuhan, alam dan manusia.
f.       Immanuel Kant (1724 – 1804) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan.  Menurut Kant ada empat hal yang dikaji dalam filsafat yaitu: apa yang dapat manusia ketahui? (metafisika), apa yang  seharusnya diketahui manusia ? (etika),  sampai dimana harapan manusia? (agama) dan apakah manusia itu ?  (antropologi).[13]
Kenyataannya semua definisi filsafat di atas tidak pernah dapat menampilkan pengertian yang sempurna karena setiap orang selalu berbeda cara dan gaya dalam mendefinisikan suatu masalah.
Dengan demikian filsafat merupakan ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala sesuatu. Dengan bantuan filsafat, manusia berusaha menangkap makna, hakekat, hikmah dari setiap pemikran, realitas dan kejadian.
2.      Persamaan dan Perbedaan Filsafat dan Ilmu
            Persamaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut:
a.       Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek
b.      Memberikan pengertian mengenai hubungan atau kohern yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
c.       Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan
d.      Keduanya mempunyai metode dan system
e.       Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuaan yang lebih mendasar.[14]
B.     OBJEK FILSAFAT ILMU
Objek penyelidikan filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada, tidak terbatas. Inilah yang disebut objek material filsafat.[15]
1.      Objek material filsafat ilmu
Objek material adalah objek yang dijadikan sasaran penyelidikan oleh suatu ilmu, atau objek yang dipelajari oleh suatu ilmu itu. Objek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.
2.      Objek formal filsafat ilmu
Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Setiap ilmu pasti berbeda dalam objek formalnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu itu sesungguhnya? Bagaiman cara memperoleh kebenaran ilmiah? Apa fungsi ilmu pengetahuan itu bagi manusia? Problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan, yakni landasan ontologis, epistimologis, dan aksiologis.[16]

C.    PROBLEM-PROBLEM DALAM FILSAFAT ILMU
Banyak sekali pendapat para filsuf ilmu mengenai kelompok atau perincian problem apa saja yang diperbincangkan dalam filsafat ilmu. Untuk medapat gambaran yang lebih jelas perlulah kiranya dikutipkan pendapat-pendapat berikut:
1.      Cornelius Benjamin
Filsuf ini menggolong-golongkan segenap persoalan filsafat ilmu dalam tiga bidang:
a.       Bidang pertama meliputi semua persoalan yang bertalian secara langsung atau tidak langsung dengan suatu pertimbangan mengenai metode ilmu.
b.      Persoalan-persoalan dalam bidang kedua dalam filsafat ilmu agak kurang terumuskan baik dari problem-problem tentang metode. Dalam suatu makna, banyak darinya merupakan pula persoalan-persoalan metode. Tetapi, penunjukannya secara langsung lebih kepada pokok soal daripada kepada prosedur sehingga persoalan-persoalan itu menyangkut apa yang umumnya disebut pertimbangan-pertimbangan metafisis dalam suatu cara bidang terdahulu tidak menyangkutnya. Ini bertalian dengan analisis terhadap konsep-konsep dasar dan praanggapan-praanggapan dari ilmu-ilmu.
c.       Bidang ketiga dari filsafat ilmu, terdiri dari aneka ragam kelompok persoalan yang tidak mudah terpengaruh oleh suatu penggolongan sistematis. Kesemua itu dapat secara kasar dilukiskan sebagaimana bersangkut paut dengan implikasi-implikasi yang dipunyai ilmu dalam isi maupun metodenya bagi aspek-aspek lain dari kehidupan kita.
2.      Michael Berry
Penulis ini mengemukakan dua problem yang berikut:
a.       Bagaimanakah kuantitas dari rumusan dalam teori-teori ilmiah (misalnya suatu ciri dalam genetika atau momentum dalam mekanika Newton) berkaitan dengan peristiwa-peristiwa dalam dunia alamiah diluar pikiran kita?
b.      Bagaimanakah dapat dikatakan bahwa teori atau dalil ilmiah adalah ‘benar’ berdasarkan induksi dari sejumlah persoalan yang terbatas?
3.      B. Van Fraassen dan H. Margenau
Menurut kedua ahli ini problem-problem utama dalam filsafat ilmu setelah tahun-tahun enam puluhan ialah:
a.       Metodologi (Hal-hal yang menonjol yang banyak diperbincangkan adalah mengenai sifat dasar dari penjelasan ilmiah, dan teori pengukuran).
b.      Landasan ilmu-ilmu (ilmu-ilmu empiris hendaknya melakukan penelitian mengenai landasannya dan mencapai sukses seperti halnya landasan matematik).
c.       Ontologi (Persoalan utama yang diperbincangkan ialah menyangkut konsep-konsep substansi, proses, waktu, ruang, kausalitas, hubungan budi dan materi, serta status dari entitas-entitas teoritis).
4.      Davih Hull
Filsuf biologi ini mengemukakan persoalan yang berikut:
Persoalan menyampingkan yang meliputi jilid-jilid belakangan ini (seri Foundations of Philosophy) ialah apakah pembagian tradisional dari ilmu-ilmu empiris dalam cabang-cabang pengetahuan yang terpisah seperti geologi, astronomi dan sosiologi mencerminkan semata-mata perbedaan dalam pokok soal ataukah hasil dari perbedaan pokok dalam metodologi.
Secara singkat, adakah suatu filsafat ilmu tunggal yang berlaku merata pada semua bidang ilmu kealaman, atau adakah beberapa filsafat ilmu yang masing-masing cocok dalam ruang lingkupnya sendiri?
5.      Victor Lenzen
Filsuf ini mengajukan dua problem:
a.       Struktur Ilmu, yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah;
b.      Pentingnya ilmu bagi praktek dan pengetahuan tentang realitas.
6.      J. J. C. Smart
Filsuf ini mengumpamakan kalau seorang awam bukan filsuf membuka-buka beberapa nomor dari majalah Amerika serikat berjudul Philosophy of Science dan majalah Inggris The British Journal of the Philosophy of science, maka akan dijumpainya dua jenis persoalan:
a.       Pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu, misalnya pola-pola perbincangan ilmiah, langkah-langkah pengujian teori ilmiah, sifat dasar dari dalil dan teori dan cara-cara merumuskan konsep ilmiah.
b.      Perbincangan filasafati yang mempergunakan ilmu, misalnya bahwa hasil-hasil penyelidikan ilmiah akan menolong para filsuf menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang manusia dan alam semesta.
7.      Joseph Sneed
Menurut filsuf ini, pembedaan dalam jenis problem-problem filsafat ilmu khusus (misalnya variable tersembunyi, determinisme dalam mekanika quantum) dan jenis problem-problem filsafat ilmu seumumnya (misalnya ciri-ciri teori ilmiah) yang telah umum diterima adalah menyesatkan. Hal itu dinyatakannya demikian, “Saya menyarankan bahwa dualitas diantara problem-problem filsafat ilmu ini adalah menyesatkan. Saya berpendapat bahwa problem-problem filasafati tentang sifat dasar ilmu seumumnya tidaklah, dalam suatu cara yang mendasar, berbeda dengan problem-problem filasafati yang bertalian semata-mata dengan ilmu-ilmu khusus. Secara khusus tidaklah ada makna khusus bahwa filsafat ilmu seumumnya merupakan sustu usaha normative, sedangkan filsafat ilmu-ilmu khusus tidak.
8.      Frederick Suppe
Menurut filsuf ini, problem yang paling pokok atau penting dalam filsafat ilmu adalah sifat dasar atau struktur teori ilmiah. Alasannya ialah kerena teori merupakan roda dari pengetahuan ilmiah dan terlibat dalam hampir semua segi usaha ilmiah. Tanpa teori tidak akan ada problem-problem mengenai entitas teoritis, istilah teoritis, pembuktian kebenaran, dan kepentingan kognitif. Tanpa teori yang perlu diuji atau diterapkan, rancangan percobaan tidak ada artinya. Oleh karena itu hanyalah agak sedikit melebih-lebihkan bilamana dinyatakan bahwa filsafat ilmu adalah suatu analisis mengenai teori dan peranannya dalam usaha ilmiah.
9.      D.W. Theobald
Menurut filsuf ini, dalam filsafat ilmu terdapat dua kategori problem yaitu:
Problem-problem Metodologis yang menyangkut struktur pernyataan ilmiah dan hubungan-hubungan diantara mereka. Misalnya analisis probabilitas, peranan kesederhanaan dalam ilmu, realitas dari entitas teoritis, dalil ilmiah, sifat dasar penjelasan, dan hubungan antara penjelasan dan peramalan.
Problem-problem tentang ilmu yang menyelidiki arti dan implikasi dari konsep-konsep yang dipakai para ilmuwan. Misalnya kausalitas, waktu, ruang, dan alam semesta.
10.  W. H. Walsh
Filsuf sejarah ini menyatakan bahwa filsafat ilmu mencakup problem yang timbul dari metode dan praanggapan dari ilmu serta sifat dasar dan persyaratan dari pengetahuan ilmiah.
11.  Walter Weimer
Ahli ini mengemukakan empat problem yang berikut:
a.       Pencarian terhadap suatu teori penyimpulan rasional (ini berkisar pada penyimpulan induktif, sifat dasarnya dan pembenarannya).
b.      Teori dan ukuran bagi pertumbuhan atau kemajuan ilmiah (Ini berkisar pada pertumbuhan pengetahuan ilmiah, pencarian dan penjelasannya. Misalnya dalam menilai bahwa teori Einstein lebih unggul daripada teori sebelumnya, apakah ukurannya?)
c.       Pencarian terhadap suatu teori tindakan Pragmatis (dalam menentukan salah satu teori di antara teoriteori yang salah, bagaimanakah caranya untuk mengetahui secara pasti teori yang paling terkecil kesalahannya?)
d.      Problem mengenai kejujuran intelektual (Ini menyangkut usaha mencocokkan prilaku senyatanya, dari para ilmuwan dengan teori yang mereka anut setia).
12.  Philip Wiener
Menurut beliau para filsuf ilmu dewasa ini membahas problem-problem yang menyangkut :
a.       Struktur logis atai ciri-ciri metodologis umum dari ilmu-ilmu.
b.      Saling hubungan diantara ilmu-ilmu.
c.       Hubungan ilmu-ilmu yang sedang tumbuh dengan tahapan-tahapan lainnya dari peradaban, yaitu kesusilaan, politik, seni dan agama.

Problem-problem filsafat seumumnya bilamana digolong-golongkan ternyata berkisar pada enam hal pokok, yaitu pengetahuan, keberadaan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan.
Berdasarkan keenam sasaran itu, bidang filsafat dapat secara sistematis dibagi dalam enam cabang pokok, yaitu epistemologi (teori pengetahuan), metafisika (teori mengenai apa yang ada), metodologi (studi tentang metode), logika (teori penyimpulan), etika (ajaran moralitas) dan estetika (teori keindahan). Oleh karena filsafat ilmu merupakan suatu bagian dari filsafat seumumnya, problem-problem dalam filsafat ilmu secara sistematis juga dapat digolongkan menjadi enam kelompok sesuai dengan cabang-cabang pokok filsafat itu.
Dengan demikian, seluruh problem dalam filsafat ilmu dapat ditertibkan menjadi :[17]
1.      Problem-problem epitesmologis tentang ilmu
2.      Problem-problem metafisis tentang ilmu
3.      Problem-problem metodologis tentang ilmu
4.      Problem-problem logis tentang ilmu
5.      Problem-problem etis tentang ilmu
6.      Problem-problem estetis tentang ilmu
Problem-problem epitemologis, metafisis, dan logis yang bertalian dengan ilmu-ilmu mulai memperoleh perhatian para filsuf dan ilmuwan pada awal abad XIX.28 Problem-problem secara metodologis telah secara tegas disebutkan oleh D. W. Theobald dimuka sebagai salah satu kategori problem dalam filsafat ilmu. Problem- problem etis yang menyangkut ilmu juga telah disebutkan dimuka oleh Walter Weimer (menyangkut kejujuran intelektual para ilmuwan dan oleh Philip Weiner (menyangkut hubungan ilmu dengan kesusilaan sebagai suatu segi perdaban manusia). Problem-problem estetis yang menyangkut ilmu pada dasawarsa terakhir ini dimulai menjadi topik perbincangan oleh sebagian filsuf dan ilmuwan. Dalam tahun 1980 diadakan sebuah konperensi para ahli yang membahas dimensi estetis dari ilmu.
D.    TUJUAN FILSAFAT ILMU
Tujuan filsafat ilmu adalah:
1.      Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita bisa memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2.      Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mempunyai gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
3.      Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan nonilmiah.
4.      Mendorong kepada para calon ilmuwan dan ilmuan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.
5.      Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.[18]

Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat ilmu secara umum mengandung manfaat sebagai berikut.
1.      Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang ilmuan harus memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkandiri dari sikap solipsistik, yakni menganggap hanya    pendapatnya yang paling benar.
2.      Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebsb kecenderungan yang terjadi di kalangan para ilmuwan menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan disini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai denganstruktur ilmu pengetahuan bukan sebaliknya.
3.      Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuwan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggung jawabkan secara logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.
Implikasi memeplajari filsafat ilmu seperti yang diuraikan Rizal Muntansyir dkk., (2001) adalah sebagai berikut;
1.      Bagi seseorang yang mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan memiliki landasan berpijak yang kuat.
2.      Menyadarkan seorang ilmuwan agar tidak terjebakke dalam pola pikir “menara gading”, yakni hanya berfikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada diluar dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuwan nyaris tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial-kemasyarakatan.[19]











BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala sesuatu. Dengan bantuan filsafat, manusia berusaha menangkap makna, hakekat, hikmah dari setiap pemikran, realitas dan kejadian.
Adapun kesimpulan yang bisa didapat dari pembahasan problem-problem dalam filsafat ilmu adalah sebagai berikut.
1.      Problem Menurut  A. Cornelius Benjamin
Benjamin merinci aneka ragam problem filsafat ilmu dalam tiga bagian: pertama persoalan yang mengenai hubungan-hubungan teoritis antara ilmu dengan usaha manusia yang lain untuk memahami , menilai dan mengendalikan dunia ; kedua persoalan yang bersangkut paut dengan implikasi-implikasi teoritis dari kebenaran-kebenaran tertentu dalam ilmu sejauh ini mengubah pertimbangan-pertimbangan kita dari bidang-bidang lain dari pengalaman-pengalaman kita ; ketiga persoalan yang bertalian dengan efek-efek praktis.
2.      Problem Menurut  Michael Bery
a.       Bagaimanakah kuantitas dan rumusan dalam teori-teori ilmiah (misalnya suatu ’ciri’ dalam genetika atau momentum dalam mekanika Newton) bertalian dengan peristiwa-peristiwa dalam dunia alamiah di luar pikiran kita?
b.      Bagaimanakah dapat dikatakan bahwa teori atau dalil ilmiah adalah ‘benar’ berdasarkan induksi dari sejumlah percobaan yang terbatas?
3.      Problem Menurut  B. Van Fraassen dan H. Margenau
Menurut para filsuf ini tiga hal mendasar yang menjadi problem utama dalam filsafat ilmu adalah metodologi, landasan ilmu, dan ontologi.
4.      Problem Menurut  David Hull
Menurut David Hull problem dalam filsafat ilmu secara singkat adalah, adakah suatu filsafat ilmu tunggal yang berlaku merata pada semua bidang ilmu kealaman, atau adakah beberapa filsafat ilmu yang masing-masing cocok dalam ruang lingkupnya sendiri? 
5.      Problem Menurut  David Victor Lezen
Filsuf ini mengajukan dua problem:
  a.    Struktur ilmu, yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah.
  b.   Pentingnya ilmu bagi praktek dan pengetahuan tentang realitas.
6.      Problem Menurut  J.J.C. Smart
Menurut J.J.C Smart problem dalam filsafat ilmu ditekankan dalam dua hal, yaitu pertanyaan tentang ilmu dan perbincangan filsafat yang menggunakan ilmu.
7.      Problem Menurut  Joseph Sneed
Menurut Joseph Sneed, pembedaan dalam jenis proble dalam filsafat ilmu khusus dan jenis problem dalam filsafat ilmu seumumnya yang telah umum diterima adalah menyesatkan. 
8.      Problem Menurut  Fredric Suppe
Menurut Fredric Suppe, problem yang paling pokok dalam filsafat ilmu adalah sifat dasar atau struktur teori ilmiah.
9.      Problem Menurut  D. W Theobald
Menurut filsuf ini , dalam filsafat ilmu terdapat dua kategori problem, yaitu:
a.       Problem-problem metodologis yang menyangkut struktur pernyataan ilmiah dan hubungan-hubungan diantara mereka.
b.      Problem-problem tentang ilmu yang menyelidiki artidan implikasi dari konsep-konsep yang di pakai para ilmuwan.
10.  Problem Menurut  W. H. Walsh
Filsuf sejarah ini menyatakan bahwa filsafat ilmu mencakup sekelompok problem yang timbul dari metode dan praanggapan dari ilmu serta sifat dasar dan persyaratan dari pengetahuan ilmiah .
11.  Problem Menurut  Walter Weimer
Ahli ini mengemukakan empat problem yang berikut :
 a.  Pencarian terhadap suatu teori penyimpulan rasional
 b.  Teori dan ukuran bagi pertumbuhan atau kemajuan ilmiah
 c.   Pencarian terhadap suatu teori tindakan Pragmatis
            d.   Problem mengenai kejujuran intelektual
12.  Problem Menurut  Philip Wiener
Menurut Philip Wiener para filsuf ilmu dewasa ini membahas problem-problem yang menyangkut:
a.    Struktur logis atau ciri-ciri metodologis umum dari ilmu-ilmu.
b.    Saling hubungan di antara ilmu-ilmu.
c.     Hubungan ilmu-ilmu yang sedang tumbuh dengan tahap-tahap lainnya dari peradaban, yaitu kesusilaan, politik, seni, dan agama.


[1] Harun Nasution,Filsafat Agama,(Jakarta:Bulan Bintang,1979), hal.9
[2] Zainuddin, Filsafat Ilmu: Perspektif Pemikiran Islam, Yogyakarta. Naila Pustaka, 2011, hlm: 22
[3] Koento Wibisono S,Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan”, Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta,1984, hal. 14-16
[4] Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.2010, hal. 33
[5] Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta :Indeks, 2008. Halaman 20
[6] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia (Jakarta:Bumi Aksara, 2009), hlm. 45
[7] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta:Rajawali Pers, 2013), hlm .17
[8] Sabarti Akhadiah dan Winda Dewi Listyasari, Filsafat Ilmu Lanjutan (Jakarta:Kencana, 2011) hlm. 109
[9] Surajiyo, hlm.46
[10] Sabarti A dan Winda D, hlm. 110
[11] Noeng Muhadjir. 2011. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Rake Sarasin, 2011, hal. 9-20

[12] Fajar Riyanto Waryani. Filsafat Ilmu Topik-topik Estimologi. Yogyakarta: Integrasi Interrkoneksi Press, 2011, hal. 146
[13] The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Edisi Kedua), Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2007, Hal.29-55
[14] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Rajawali Pers, 2011, hal. 56
[15] Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat & Etika, (Jakarta: kencana, 2003), hal. 17
[16] Surajiyo, hal. 47-48
[17] The Liang Gie., Hal. 76-83
[18] Amsal Bakhtiar., hal. 74
[19] Surajiyo., hal. 52

Tidak ada komentar:

Posting Komentar