BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
FILSAFAT ILMU
Sebagaimana
pendapat umumnya, bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan,
prinsip-prinsip mencari kebenaran, atau berfikir rasional-logis, mendalam dan
bebas untuk memperoleh kebenaran. Kata ini berasal dari Yunani Philos yang
berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom).
Harun Nasution mengatakan kata filsafat berasal dari bahasa arab falsafa dengan dengan
wazan(timbangan)fa’lala,fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian ,menurut Harun
Nasution ,kata benda dari falsafa
seharusnya falsafah dan filsaf.
Menurutnya, dalam bahasa Indonesia banyak terpakai kata filsafat,padahal bukan berasal dari
kata Arab falsafah
dan bukan dari kata inggris
Philosophy. Harun Nasution mempertanyakan
apakah kata fil berasal dari bahsa ingggris dan safah di ambil dari
bahasa Arab,sehingga terjadi gabungan keduanya,yang kemudian menimbulkan kata
filsafat.[1]
Ilmu adalah
bagian dari pengetahuan, demikian pula seni dan agama. Jadi dalam pengetahuan
tercakup didalam ilmu, seni dan agama. Filsafat sebagaimana pengertian semula
bisa dikelompokkan ke dalam bagian pengetahuan tersebut, sebab pada permulaanya
filsafat dengan identik dengan pengetahuan (baik teoretik maupun paraktik.[2]
Lebih
lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut
masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang
ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn)
itu. Inilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang
idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya,
yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu
cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak
dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana
yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.[3]
Secara garis besar, Jujun S. Suriasumantri
menggolongkan pengetahuan menjadi tiga ketegoti umum, yakni: 1) pengetahuan
tentang yang baik dan yang buruk (etika/agama), 2) pengetahuan tentang indah
dan yang jelek (estetika/seni), 3) pengetahuan tentang yang benar dan yang
salah (logika/ilmu). Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelas-kan
rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tak lagi merupakan misteri.[4]
Filsafat ilmu adalah
merupakan bagian dari filsafat
yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu.[5] Bidang
ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang
termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat
ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi
dan ontologi.
Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan
bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana
konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan
serta memanfaatkan alam melalui teknologi;
cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah;
macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta
implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu
pengetahuan itu sendiri.
Filsafat
ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan
cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Filsafat ilmu erat kaitannya
dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki
syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan
metodologi.
Filsafat
ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk
memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah
itu sendiri. Istilah lain dari filsafat ilmu adalah theoryof science (teori ilmu), metascience
(adi-ilmu) dan science of science
(ilmu tentang ilmu).[6]
Filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tntang dasar-dasar ilmu.[7]
Filsafat
ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan yang secara spesifik mengkaji
hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah. Ilmu merupakan cabang dari pengetahuan.
Filsafat ilmu menurut Mohar seperti yang dikutip oleh Andi Hakim Nasoetion
(1999:27) ialah suatu usaha akal manusia yang teratur dan taat asas menuju
penemuan keterangan tentang pengetahuan yang benar. Sasaran filsafat ilmu
adalah mengadakan penataan dan pengetahuan atas dasar asas-asas yang dapat
menerangkan terjadinya ilmu pengetahuan.[8]
The
Liang Gie mendefinisikan filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif
terhadap persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.[9]
Yuyun
S. Sumantri (1998:33) menguraikan, bahwa filsafat ilmu merupakan kajian secara
filsafat yang bertujuan untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai hakikat
ilmu, sebagai berikut:
1. Pertanyaan
landasan ontologis
Objek penelaahan ilmu
mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindra manusia.
Seperti, objek apa yang ditelaah? Bagaimana wujud dan hakikat dari objek
tersebut?
2. Pertanyaan
landasan epistemologis
Epistemologis atau
teori pengetahuan membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat pada
usaha manusia dalam mencari dan memperoleh pengetahuan. Seperti, pertanyaan
bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur tersebut
menjadi ilmu? Bagaimana prosedur dan mekanismenya?
3. Pertanyaan
landasan aksiologis
Untuk apa pengetahuan
yang berupa ilmu di gunakan? Bagaimana kaitan antara penggunaan ilmu dan kaidah
moral? Bagaimana korelasi antara teknik prosedural yang merupakan operasional
metode ilmiah dengan norma-norma moral? .[10]
Maka dapat disintesiskan Filsafat
ilmu adalah filsafat pengetahuan yang secara
spesifik mengkaji dan menjelaskan apa saja tentang hakikat dari ilmu atau
pengetahuan ilmiah baik itu dilihat dari epistemologies, ontologis, maupun
aksiologis, dapat meliputi mengenai penyelidikan ciri-ciri
mengenai pengetahuan ilmiah ataupun cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.
Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi,
yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman
manusia, juga mengenai logika dan metodologi.
Pendapat Noeng Muhadjir bahwa telaah substansi dari filsafat
ilmu terdiri dari empat hal diantaranya :
1.
Fakta
2. Kebenaran
3. Konfirmasi
4.
Logika inferensi yaitu alat berpikir untuk membuat prediksi
ilmiah atau ramalan ilmiah kejadian yang akan dating dengan menggunakan system
rasional tertentu.[11]
Sedangkan fungsi filsafat ilmu
menurut Waryani Fajar Riyanto antara lain :
1.
Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada
2. Mempertahankan, menunjang dan
melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat yang lain.
3. Memberikan pengertian tentang cara
hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia
4. Memberikan ajaran tentang moral dan
etika yang berguna dalam kehidupan
5.
Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam
berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum, dan
sebagainya.[12]
1.
Filsafat Ilmu Menurut Tokoh-tokoh
a.
Phytagoras (572 - 497 SM)
sebagai orang pertama yang memakai kata philosopia yang berarti pecinta
kebijaksanaan (lover of wisdom) bukan kebijaksanaan itu sendiri.
b.
Plato (427- 347 SM) mengartikannya
sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya mencapai kebenaran yang murni dan
hakiki, atau pemikiran tentang sebab-sebab dan asas-asas dari segala sesuatu
yang ada.
c.
Aristoteles (382 – 322 SM)
mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang
senantiasa mencari kebenaran .
d.
Al- Farabi (870 – 950 )
mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan hakekat
alam yang sebenarnya.
e.
Descartes (1590 – 1650)
mendefinisikan filsafat sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang Tuhan, alam
dan manusia.
f.
Immanuel Kant (1724 – 1804)
mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal
dari segala pengetahuan. Menurut Kant
ada empat hal yang dikaji dalam filsafat yaitu: apa yang dapat manusia ketahui?
(metafisika), apa yang seharusnya
diketahui manusia ? (etika), sampai
dimana harapan manusia? (agama) dan apakah manusia itu ? (antropologi).[13]
Kenyataannya semua definisi filsafat di atas
tidak pernah dapat menampilkan pengertian yang sempurna karena setiap orang
selalu berbeda cara dan gaya dalam mendefinisikan suatu masalah.
Dengan demikian filsafat merupakan ilmu yang
mempelajari dengan sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala sesuatu. Dengan
bantuan filsafat, manusia berusaha menangkap makna, hakekat, hikmah dari setiap
pemikran, realitas dan kejadian.
2.
Persamaan dan Perbedaan Filsafat dan Ilmu
Persamaan filsafat dan ilmu adalah
sebagai berikut:
a.
Keduanya mencari rumusan yang
sebaik-baiknya menyelidiki objek
b.
Memberikan
pengertian mengenai hubungan atau kohern yang ada antara kejadian-kejadian yang
kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
c.
Keduanya hendak memberikan sintesis,
yaitu suatu pandangan yang bergandengan
d.
Keduanya mempunyai metode dan system
e.
Keduanya hendak memberikan
penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia
(objektivitas), akan pengetahuaan yang lebih mendasar.[14]
B.
OBJEK
FILSAFAT ILMU
Objek
penyelidikan filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada, tidak
terbatas. Inilah yang disebut objek material filsafat.[15]
1. Objek
material filsafat ilmu
Objek
material adalah objek yang dijadikan sasaran penyelidikan oleh suatu ilmu, atau
objek yang dipelajari oleh suatu ilmu itu. Objek material filsafat ilmu adalah
ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara
sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara umum.
2. Objek
formal filsafat ilmu
Objek formal adalah sudut pandang
dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Setiap ilmu pasti berbeda
dalam objek formalnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu
pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem
mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu itu sesungguhnya? Bagaiman
cara memperoleh kebenaran ilmiah? Apa fungsi ilmu pengetahuan itu bagi manusia?
Problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan,
yakni landasan ontologis, epistimologis, dan aksiologis.[16]
C. PROBLEM-PROBLEM
DALAM FILSAFAT ILMU
Banyak sekali pendapat para filsuf
ilmu mengenai kelompok atau perincian problem apa saja yang diperbincangkan
dalam filsafat ilmu. Untuk medapat gambaran yang lebih jelas perlulah kiranya
dikutipkan pendapat-pendapat berikut:
1.
Cornelius Benjamin
Filsuf ini menggolong-golongkan segenap persoalan
filsafat ilmu dalam tiga bidang:
a.
Bidang pertama meliputi semua
persoalan yang bertalian secara langsung atau tidak langsung dengan suatu
pertimbangan mengenai metode ilmu.
b.
Persoalan-persoalan dalam bidang
kedua dalam filsafat ilmu agak kurang terumuskan baik dari problem-problem
tentang metode. Dalam suatu makna, banyak darinya merupakan pula
persoalan-persoalan metode. Tetapi, penunjukannya secara langsung lebih kepada
pokok soal daripada kepada prosedur sehingga persoalan-persoalan itu menyangkut
apa yang umumnya disebut pertimbangan-pertimbangan metafisis dalam suatu cara
bidang terdahulu tidak menyangkutnya. Ini bertalian dengan analisis terhadap
konsep-konsep dasar dan praanggapan-praanggapan dari ilmu-ilmu.
c.
Bidang ketiga dari filsafat ilmu,
terdiri dari aneka ragam kelompok persoalan yang tidak mudah terpengaruh oleh
suatu penggolongan sistematis. Kesemua itu dapat secara kasar dilukiskan
sebagaimana bersangkut paut dengan implikasi-implikasi yang dipunyai ilmu dalam
isi maupun metodenya bagi aspek-aspek lain dari kehidupan kita.
2.
Michael Berry
Penulis ini mengemukakan dua problem yang berikut:
a.
Bagaimanakah kuantitas dari rumusan
dalam teori-teori ilmiah (misalnya suatu ciri dalam genetika atau momentum
dalam mekanika Newton) berkaitan dengan peristiwa-peristiwa dalam dunia alamiah
diluar pikiran kita?
b.
Bagaimanakah dapat dikatakan bahwa
teori atau dalil ilmiah adalah ‘benar’ berdasarkan induksi dari sejumlah
persoalan yang terbatas?
3.
B. Van Fraassen dan H. Margenau
Menurut kedua ahli ini problem-problem utama dalam
filsafat ilmu setelah tahun-tahun enam puluhan ialah:
a.
Metodologi (Hal-hal yang menonjol
yang banyak diperbincangkan adalah mengenai sifat dasar dari penjelasan ilmiah,
dan teori pengukuran).
b.
Landasan ilmu-ilmu (ilmu-ilmu
empiris hendaknya melakukan penelitian mengenai landasannya dan mencapai sukses
seperti halnya landasan matematik).
c.
Ontologi (Persoalan utama yang
diperbincangkan ialah menyangkut konsep-konsep substansi, proses, waktu, ruang,
kausalitas, hubungan budi dan materi, serta status dari entitas-entitas
teoritis).
4.
Davih Hull
Filsuf biologi ini mengemukakan persoalan yang
berikut:
Persoalan menyampingkan yang meliputi jilid-jilid
belakangan ini (seri Foundations of Philosophy) ialah apakah pembagian tradisional
dari ilmu-ilmu empiris dalam cabang-cabang pengetahuan yang terpisah seperti
geologi, astronomi dan sosiologi mencerminkan semata-mata perbedaan dalam pokok
soal ataukah hasil dari perbedaan pokok dalam metodologi.
Secara singkat, adakah suatu filsafat ilmu tunggal
yang berlaku merata pada semua bidang ilmu kealaman, atau adakah beberapa
filsafat ilmu yang masing-masing cocok dalam ruang lingkupnya sendiri?
5.
Victor Lenzen
Filsuf ini mengajukan dua problem:
a.
Struktur Ilmu, yaitu metode dan
bentuk pengetahuan ilmiah;
b.
Pentingnya ilmu bagi praktek dan
pengetahuan tentang realitas.
6.
J. J. C. Smart
Filsuf ini mengumpamakan kalau seorang awam bukan
filsuf membuka-buka beberapa nomor dari majalah Amerika serikat berjudul Philosophy
of Science dan majalah Inggris The British Journal of the Philosophy of
science, maka akan dijumpainya dua jenis persoalan:
a.
Pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu,
misalnya pola-pola perbincangan ilmiah, langkah-langkah pengujian teori ilmiah,
sifat dasar dari dalil dan teori dan cara-cara merumuskan konsep ilmiah.
b.
Perbincangan filasafati yang mempergunakan
ilmu, misalnya bahwa hasil-hasil penyelidikan ilmiah akan menolong para
filsuf menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang manusia dan alam semesta.
7.
Joseph Sneed
Menurut filsuf ini, pembedaan dalam jenis
problem-problem filsafat ilmu khusus (misalnya variable tersembunyi,
determinisme dalam mekanika quantum) dan jenis problem-problem filsafat ilmu
seumumnya (misalnya ciri-ciri teori ilmiah) yang telah umum diterima adalah
menyesatkan. Hal itu dinyatakannya demikian, “Saya menyarankan bahwa dualitas
diantara problem-problem filsafat ilmu ini adalah menyesatkan. Saya berpendapat
bahwa problem-problem filasafati tentang sifat dasar ilmu seumumnya tidaklah,
dalam suatu cara yang mendasar, berbeda dengan problem-problem filasafati yang
bertalian semata-mata dengan ilmu-ilmu khusus. Secara khusus tidaklah ada makna
khusus bahwa filsafat ilmu seumumnya merupakan sustu usaha normative, sedangkan
filsafat ilmu-ilmu khusus tidak.
8.
Frederick Suppe
Menurut filsuf ini, problem yang paling pokok atau
penting dalam filsafat ilmu adalah sifat dasar atau struktur teori ilmiah.
Alasannya ialah kerena teori merupakan roda dari pengetahuan ilmiah dan
terlibat dalam hampir semua segi usaha ilmiah. Tanpa teori tidak akan ada
problem-problem mengenai entitas teoritis, istilah teoritis, pembuktian
kebenaran, dan kepentingan kognitif. Tanpa teori yang perlu diuji atau
diterapkan, rancangan percobaan tidak ada artinya. Oleh karena itu hanyalah
agak sedikit melebih-lebihkan bilamana dinyatakan bahwa filsafat ilmu adalah
suatu analisis mengenai teori dan peranannya dalam usaha ilmiah.
9.
D.W. Theobald
Menurut filsuf ini, dalam filsafat
ilmu terdapat dua kategori problem yaitu:
Problem-problem Metodologis yang menyangkut struktur
pernyataan ilmiah dan hubungan-hubungan diantara mereka. Misalnya analisis
probabilitas, peranan kesederhanaan dalam ilmu, realitas dari entitas teoritis,
dalil ilmiah, sifat dasar penjelasan, dan hubungan antara penjelasan dan
peramalan.
Problem-problem tentang ilmu yang menyelidiki arti dan
implikasi dari konsep-konsep yang dipakai para ilmuwan. Misalnya kausalitas,
waktu, ruang, dan alam semesta.
10.
W. H. Walsh
Filsuf sejarah ini menyatakan bahwa filsafat ilmu
mencakup problem yang timbul dari metode dan praanggapan dari ilmu serta sifat
dasar dan persyaratan dari pengetahuan ilmiah.
11.
Walter Weimer
Ahli ini mengemukakan empat problem
yang berikut:
a.
Pencarian terhadap suatu teori
penyimpulan rasional (ini berkisar pada penyimpulan induktif, sifat dasarnya
dan pembenarannya).
b.
Teori dan ukuran bagi pertumbuhan
atau kemajuan ilmiah (Ini berkisar pada pertumbuhan pengetahuan ilmiah,
pencarian dan penjelasannya. Misalnya dalam menilai bahwa teori Einstein lebih
unggul daripada teori sebelumnya, apakah ukurannya?)
c.
Pencarian terhadap suatu teori
tindakan Pragmatis (dalam menentukan salah satu teori di antara teoriteori yang
salah, bagaimanakah caranya untuk mengetahui secara pasti teori yang paling
terkecil kesalahannya?)
d.
Problem mengenai kejujuran intelektual
(Ini menyangkut usaha mencocokkan prilaku senyatanya, dari para ilmuwan dengan
teori yang mereka anut setia).
12.
Philip Wiener
Menurut beliau para filsuf ilmu dewasa ini membahas
problem-problem yang menyangkut :
a. Struktur
logis atai ciri-ciri metodologis umum dari ilmu-ilmu.
b.
Saling hubungan diantara ilmu-ilmu.
c. Hubungan
ilmu-ilmu yang sedang tumbuh dengan tahapan-tahapan lainnya dari peradaban,
yaitu kesusilaan, politik, seni dan agama.
Problem-problem filsafat seumumnya
bilamana digolong-golongkan ternyata berkisar pada enam hal pokok, yaitu
pengetahuan, keberadaan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan.
Berdasarkan keenam sasaran itu,
bidang filsafat dapat secara sistematis dibagi dalam enam cabang pokok, yaitu
epistemologi (teori pengetahuan), metafisika (teori mengenai apa yang
ada), metodologi (studi tentang metode), logika (teori penyimpulan),
etika (ajaran moralitas) dan estetika (teori keindahan). Oleh karena
filsafat ilmu merupakan suatu bagian dari filsafat seumumnya, problem-problem
dalam filsafat ilmu secara sistematis juga dapat digolongkan menjadi
enam kelompok sesuai dengan cabang-cabang pokok filsafat itu.
Dengan demikian, seluruh problem
dalam filsafat ilmu dapat ditertibkan menjadi :[17]
1. Problem-problem
epitesmologis tentang ilmu
2.
Problem-problem metafisis tentang
ilmu
3.
Problem-problem metodologis tentang
ilmu
4.
Problem-problem logis tentang ilmu
5.
Problem-problem etis tentang ilmu
6. Problem-problem
estetis tentang ilmu
Problem-problem epitemologis,
metafisis, dan logis yang bertalian dengan ilmu-ilmu mulai memperoleh perhatian
para filsuf dan ilmuwan pada awal abad XIX.28 Problem-problem secara
metodologis telah secara tegas disebutkan oleh D. W. Theobald dimuka sebagai
salah satu kategori problem dalam filsafat ilmu. Problem- problem etis yang
menyangkut ilmu juga telah disebutkan dimuka oleh Walter Weimer (menyangkut
kejujuran intelektual para ilmuwan dan oleh Philip Weiner (menyangkut hubungan
ilmu dengan kesusilaan sebagai suatu segi perdaban manusia). Problem-problem
estetis yang menyangkut ilmu pada dasawarsa terakhir ini dimulai menjadi topik
perbincangan oleh sebagian filsuf dan ilmuwan. Dalam tahun 1980 diadakan sebuah
konperensi para ahli yang membahas dimensi estetis dari ilmu.
D. TUJUAN FILSAFAT ILMU
Tujuan filsafat ilmu adalah:
1. Mendalami
unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita bisa memahami sumber,
hakikat dan tujuan ilmu.
2.
Memahami sejarah pertumbuhan,
perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mempunyai
gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
3.
Menjadi pedoman bagi para dosen dan
mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan
persoalan yang ilmiah dan nonilmiah.
4.
Mendorong kepada para calon ilmuwan
dan ilmuan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya.
5. Mempertegas
bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada
pertentangan.[18]
Filsafat
ilmu sebagai cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat ilmu secara umum
mengandung manfaat sebagai berikut.
1. Filsafat
ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis
terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang ilmuan harus memiliki sikap kritis
terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkandiri dari sikap
solipsistik, yakni menganggap hanya
pendapatnya yang paling benar.
2. Filsafat
ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode
keilmuan. Sebsb kecenderungan yang terjadi di kalangan para ilmuwan menerapkan
suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri.
Satu sikap yang diperlukan disini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai
denganstruktur ilmu pengetahuan bukan sebaliknya.
3. Filsafat
ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuwan. Setiap metode
ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggung jawabkan secara
logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum.
Implikasi
memeplajari filsafat ilmu seperti yang diuraikan Rizal Muntansyir dkk., (2001)
adalah sebagai berikut;
1. Bagi
seseorang yang mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang
memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan
memiliki landasan berpijak yang kuat.
2. Menyadarkan
seorang ilmuwan agar tidak terjebakke dalam pola pikir “menara gading”, yakni
hanya berfikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang
ada diluar dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuwan nyaris tidak dapat
dilepaskan dari konteks kehidupan sosial-kemasyarakatan.[19]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Filsafat
merupakan ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala
sesuatu. Dengan bantuan filsafat, manusia berusaha menangkap makna, hakekat,
hikmah dari setiap pemikran, realitas dan kejadian.
Adapun kesimpulan yang bisa didapat dari
pembahasan problem-problem dalam filsafat ilmu adalah sebagai berikut.
1. Problem Menurut A. Cornelius
Benjamin
Benjamin merinci aneka ragam problem
filsafat ilmu dalam tiga bagian: pertama persoalan yang mengenai hubungan-hubungan teoritis antara ilmu dengan usaha
manusia yang lain untuk memahami , menilai dan mengendalikan dunia ; kedua persoalan
yang bersangkut paut dengan implikasi-implikasi teoritis dari
kebenaran-kebenaran tertentu dalam ilmu sejauh ini mengubah
pertimbangan-pertimbangan kita dari bidang-bidang lain dari
pengalaman-pengalaman kita ; ketiga persoalan yang bertalian dengan
efek-efek praktis.
2.
Problem Menurut Michael Bery
a.
Bagaimanakah kuantitas dan rumusan
dalam teori-teori ilmiah (misalnya suatu ’ciri’ dalam genetika atau momentum dalam
mekanika Newton) bertalian dengan peristiwa-peristiwa dalam dunia alamiah di
luar pikiran kita?
b.
Bagaimanakah dapat dikatakan bahwa
teori atau dalil ilmiah adalah ‘benar’ berdasarkan induksi dari sejumlah
percobaan yang terbatas?
3. Problem Menurut B. Van Fraassen
dan H. Margenau
Menurut para filsuf ini tiga hal mendasar yang menjadi
problem utama dalam filsafat ilmu adalah metodologi, landasan ilmu, dan
ontologi.
4. Problem Menurut David Hull
Menurut David Hull problem dalam filsafat ilmu secara
singkat adalah, adakah suatu filsafat ilmu tunggal yang berlaku merata pada
semua bidang ilmu kealaman, atau adakah beberapa filsafat ilmu yang
masing-masing cocok dalam ruang lingkupnya sendiri?
5. Problem Menurut David Victor
Lezen
Filsuf ini
mengajukan dua problem:
a. Struktur ilmu,
yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah.
b. Pentingnya ilmu bagi
praktek dan pengetahuan tentang realitas.
6. Problem Menurut J.J.C. Smart
Menurut J.J.C Smart problem dalam filsafat ilmu
ditekankan dalam dua hal, yaitu pertanyaan tentang ilmu dan perbincangan
filsafat yang menggunakan ilmu.
7. Problem Menurut Joseph Sneed
Menurut Joseph Sneed, pembedaan dalam jenis proble
dalam filsafat ilmu khusus dan jenis problem dalam filsafat ilmu seumumnya yang
telah umum diterima adalah menyesatkan.
8. Problem Menurut Fredric Suppe
Menurut Fredric Suppe, problem yang paling pokok dalam
filsafat ilmu adalah sifat dasar atau struktur teori ilmiah.
9. Problem Menurut D. W Theobald
Menurut filsuf ini , dalam filsafat ilmu
terdapat dua kategori problem, yaitu:
a.
Problem-problem metodologis
yang menyangkut struktur pernyataan ilmiah dan hubungan-hubungan diantara
mereka.
b.
Problem-problem tentang ilmu
yang menyelidiki artidan implikasi dari konsep-konsep yang di pakai para
ilmuwan.
10. Problem
Menurut W. H. Walsh
Filsuf sejarah ini menyatakan bahwa filsafat ilmu
mencakup sekelompok problem yang timbul dari metode dan praanggapan dari ilmu
serta sifat dasar dan persyaratan dari pengetahuan ilmiah .
11. Problem Menurut Walter Weimer
Ahli ini
mengemukakan empat problem yang berikut :
a. Pencarian terhadap
suatu teori penyimpulan rasional
b. Teori dan ukuran bagi
pertumbuhan atau kemajuan ilmiah
c. Pencarian
terhadap suatu teori tindakan Pragmatis
d. Problem mengenai
kejujuran intelektual
12. Problem Menurut Philip Wiener
Menurut Philip Wiener para filsuf ilmu dewasa
ini membahas problem-problem yang menyangkut:
a. Struktur
logis atau ciri-ciri metodologis umum dari ilmu-ilmu.
b. Saling hubungan di antara ilmu-ilmu.
c. Hubungan ilmu-ilmu yang
sedang tumbuh dengan tahap-tahap lainnya dari peradaban, yaitu kesusilaan,
politik, seni, dan agama.
[2] Zainuddin, Filsafat Ilmu: Perspektif Pemikiran Islam,
Yogyakarta. Naila Pustaka, 2011, hlm: 22
[3] Koento
Wibisono S, “Filsafat Ilmu
Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita
Cita-Citakan”, Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta,1984, hal. 14-16
[4] Jujun S. Suriasumantri. Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.2010, hal. 33
[6] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan
Perkembangannya di Indonesia (Jakarta:Bumi Aksara, 2009), hlm. 45
[7] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu
(Jakarta:Rajawali Pers, 2013), hlm .17
[8] Sabarti Akhadiah dan Winda Dewi Listyasari, Filsafat Ilmu Lanjutan (Jakarta:Kencana, 2011) hlm. 109
[9] Surajiyo, hlm.46
[10] Sabarti A dan Winda D, hlm. 110
[12] Fajar Riyanto Waryani. Filsafat Ilmu Topik-topik Estimologi. Yogyakarta:
Integrasi Interrkoneksi Press, 2011, hal. 146
[13] The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Edisi Kedua), Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,
2007, Hal.29-55
Tidak ada komentar:
Posting Komentar