BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
yang Dibuat Pada 1963
AECT (Association for Educational
Communications and Technology = Asosiasi Komunikasi dan Teknologi Pendidikan)
mengemukakan bahwa audiovisual communications (komunikasi
audiovisual) pada 1963 merupakan definisi formal pertama mengenai teknologi
pendidikan, yang dikembangkan oleh Commission on Definition and Terminology
(komisi definisi dan terminologi) DAVI (Department of Audiovisual
Instruction = Departemen Instruksi Audiovisual) dari NEA (National
Education Association = Asosiasi Pendidikan Nasional) dan didukung oleh TDP
(Technological Development Project = Proyek Pengembangan Teknologi). Pada 1963,
audiovisual communication merupakan definisi yang digunakan untuk
menjelaskan tentang teknologi pendidikan yang berevolusi dari gerakan
pendidikan audiovisual menjadi teknologi pendidikan:
“Audiovisual communication adalah
cabang teori dan praktik pendidikan yang berkaitan dengan rancangan dan
penggunaan instruksi pengajaran yang mengontrol proses pembelajaran. Yang
termasuk dalam audiovisual communication itu adalah: (a) studi
tentang kelebihan dan kekurangan instruksi yang digunakan dalam proses
pembelajaran; dan (b) strukturisasi dan sistematisasi instruksi oleh manusia
dan instrument dalam pendidikan. Hal ini melibatkan perencanaan, produksi,
seleksi, manajemen dan penggunaan sistem dan komponen instruksi pengajaran.”
Tujuan praktisnya adalah penggunaan
yang efisien terhadap metode dan media komunikasi yang berkontribusi terhadap
perkembangan potensi siswa. (Ely, 1963, hal. 18 – 19).
1.
Perubahan
Konsep Dalam Definisi Mengenai Teknologi Pendidikan
Sebagai sebuah teori, ada tiga
perubahan konsep dalam definisi teknologi pendidikan ini, yaitu (1) penggunaan
konsep proses bukan product; (2) penggunaan istilah messages
dan media instrumentation bukan material atau machines;
dan (3) pengantar elemen teori pembelajaran dan teori komunikasi (Ely, 1963,
hal. 19). Ketiga konsep ini sangat penting bagi kita agar bisa memahami gagasan
mengenai teknologi pendidikan pada 1963.
Konsep teknologis bidang audiovisual
sangat menekankan pada proses, sehingga konsep produk bidang teknologi
pendidikan yang tradisional tidak bisa dipertahankan lagi. Komisi Definisi dan Terminologi yang ada dalam DAVI
itu percaya bahwa “konsep produk tradisional dalam bidang audiovisual melihat
“sesuatu” dalam bidang tekpen ini melalui mesin pengenal, penggunaan istilah –
istilah tertentu dan karakteristik material melalui tingkat keabstrakan atau
kekonkritannya” (Ely, 1963, hal. 19). Anggota komisi tersebut meyukai konsep
proses yang terdiri atas perencanan, produksi, seleksi, manajemen dan
penggunaan komponen dan sistem instruksional (hal. 19). Konsep proses ini juga
menganggap hubungan antar berbagai peristiwa sebagai sesuatu yang dinamis dan
berkelanjutan (hal. 19).
Komisi tersebut menandakan bahwa material
(materi) dan machine (mesin) merupakan barang – barang produk dan
disarankan untuk tidak digunakan dalam definisi tekpen ini. Bahkan Komisi
tersebut menggunakan istilah messages (pesan) dan instruments
(alat). Lebih lanjut Komisi tersebut beranggapan kalau material dan machine
itu merupakan elemen – elemen yang saling bergantung satu sama lainnya. “Sebuah
motion-picture (gambar hidup/film) dan proyektor itu tidak bisa
dipisahkan sama halnya seperti material dan machine” (Ely, 1963,
hal. 19). Dalam penggunaanya itu, elemen yang ini membutuhkan elemen lainnya.
Komisi tersebut menggunakan media
instrumentation untuk menjelaskan tentang instruments. Ditandaskan
oleh Komisi tersebut,”Media-instrumentation mengindikasikan
sistem transmisi, material dan device (dalam bahasa Indonesia, baik instrument
maupun device diartikan sebagai alat) yang digunakan untuk membawa messages
(pesan) tertentu” (Ely, 1963, hal. 20). Orang yang menggunakan instrument
dalam lingkungan pendidikan juga termasuk dalam konsep media-instrumentation
ini. Hal ini didasarkan pada konsep yang lebih luas mengenai sistem man-machine
(manusia mesin) (Finn, 1957).
Dalam membahas hubungan dan
integrasi teori pembelajaran dengan teori komunikasi terhadap teknologi
instruksional, Komisi tersebut mengatakan,”Elemen dalam teori pembelajaran dan
teori komunikasi dapat memberikan kontribusi terhadap bidang Teknologi
Pendidikan baik sebagai sumber, pesan, channel (saluran), receiver (penerima),
efek, stimulus, organisme, respon” (Ely, 1963, hal. 20). Komisi tersebut
mengintegrasikan teori pembelajaran dengan teori komunikasi melalui
indentifikasi dan kombinasi dua basis sistem yaitu sistem learning-communicant
dan sistem educational-communicant. Kedua sistem ini menggunakan
konsep dari teori pembelajaran dan teori komunikasi yang membahas tentang peran
tiap individu. Yang dimaksud dengan sistem learning-communicant
adalah “populasi siswa” sementara sistem educational-communicant
adalah “para professional di sekolah” (hal. 23). Kedua sistem ini bisa dalam
berbagai cakupan, mulai dari ruang kelas yang kecil sampai sistem persekolahan
yang lebih besar (Ely, 1963). Jika kedua sistem ini digabung menjadi sebuah
model proses pendidikan, maka hal tersebut akan memberikan kerangka dasar
teoritis bagi bidang komunikasi audiovisual (Ely, 1963).
Hal penting yang dihasilkan dari
definisi pertama mengenai komunikasi audivosual itu adalah “cabang dari teori
dan praktik pendidikan.” Kata teori sangat penting dalam definisi
tersebut karena: (a) memiliki tempat tersendiri dalam sejarah bidang
audiovisual, (b) statusnya dalam bidang pendidikan, dan (c) dibutuhkannya riset
lanjutan mengenai evolusi dari teori pendidikan tersebut.
2.
Ciri
dari Sebuah Profesi Menurut Finn
Definisi pada 1963 tersebut
dipengaruhi oleh James Finn (1953) yang menjelaskan tentang enam ciri dari
sebuah profesi: yaitu (a) teknik intelektual, (b) aplikasi teknik tersebut ke
dalam praktiknya, (c) periode yang dibutuhkan untuk melalukan pelatihan sebelum
memasuki profesi itu, (d) asosiasi keanggotaan profesi, (e) pernyataan tentang
kode etik, dan (f) sejumlah teori intelektual yang dikembangkan dalam
penelitian. (hal. 7)
Dari enam ciri tersebut, Finn (1953)
berpendapat bahwa “ciri paling penting dari sebuah profesi itu adalah skill
yang digunakan itu berasal dari teori dan riset intelektual” (hal. 8). Setelah
menandaskan tentang pentingnya teori dan riset untuk sebuah profesi, Finn lalu
mengatakan bahwa,”teori sistematik ini dikembangkan secara terus menerus oleh
riset dan pemikiran dalam profesi” (hal. 8). Finn berpendapat bahwa sebuah
profesi itu membutuhkan pengembangan riset dan teori untuk melengkapi riset dan
teori sebelumnya. Jika teknologi pendidikan merupakan sebuah profesi, maka kita
harus mengadakan dan mengembangkan riset serta teori yang terkait dengan hal
tersebut; tidak hanya sekedar meminjamnya dari ilmu lain, misalnya psikologi.
Finn (1953) menguji bidang
audiovisual dengan enam karakteristik di atas tadi dan mengatakan bahwa bidang
audiovisual itu tidak memiliki ciri yang paling fundamental: yaitu sekumpulan
teori dan riset intelektual. “Ketika audiovisual diukur melalui enam
karakteristik yang tadi bisa disimpulkan kalau bidang audiovisual itu belum
mendapatkan status professional” (Finn, 1953, hal. 13). Argumen ini diterima
secara luas dan memiliki implikasi terhadap bidang audiovisual pada akhir
1950an dan awal 1960an.
3.
Munculnya
Pandangan Mengenai Proses
Di antara faktor yang berkontribusi
terhadap perkembangan pandangan mengenai proses teknologi pendidikan adalah dua
anggapan yang sangat berpengaruh di bidang audiovisual, yaitu: (1) bahwa
teknologi itu merupakan sebuah proses (Finn, 1960b), dan (2) bahwa komunikasi
itu merupakan sebuah proses (Berlo, 1960; Gerbner, 1956). Sebagai suatu cara
berpikir, pandangan konseptual mengenai teknologi pendidikan itu bermula dari
definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada 1963 itu.
Tujuan Komisi DAVI untuk membuat
definisi resmi yang pertama itu adalah “untuk memperjelas bidang teknologi
instruksi yang terdiri atas berbagai aspek bidang audiovisual” (Ely, 1963, hal.
3). Tidak disangka – sangka, definisi pada 1963 itu mendapatkan banyak kritikan
pada saat diterapkan di bidang komunikasi audiovisual pada 1960an dan 1970an.
4.
Kritikan
Terhadap Definisi Teknologi Pendidikan yang Dibuat pada 1963
Seperti telah disinggung dalam
pengantar di atas, tidak ada definisi yang mutlak, sehingga terjadilah kritikan
terhadap definisi mengenai teknologi pendidikan yang dibuat pada 1963 itu.
James Knowlton (1964), seorang anggota fakultas di Indiana University,
merupakan konsultan bagi Komisi Definisi dan Terminologi
pada 1963. Dalam sebuah essay yang membahas tentang definisi teknologi
pendidikan yang dibuat pada 1963 itu, beliau mengemukakan bahwa definisi
tersebut “disusun menurut istilah semiotik” (hal. 4) namun struktur
konseptualnya “disusun menurut istilah teori pembelajaran dan ini menimbulkan
keganjilan” (ha. 4). Argumen yang dipaparkan oleh Knowlton itu didasarkan atas
pentingnya konsistensi semantik dan konseptual dalam definisi tersebut.
Knowlton mengatakan bahwa kegagalan menggabungkan bahasa definisi dengan bahasa
struktur konseptual mengakibatkan ketidakjelasan konsep baru ini. Hal ini pada
gilirannya akan menimbulkan kebingungan dalam mengarahkan riset dan praktik di
bidang teknologi pendidikan.
Kurang dari satu dekade lalu, Robert
Heinich (1970) melihat pentingnya redefinisi bidang teknologi pendidikan yang
disebabkan oleh dua hal. Pertama, beliau mengkritisi bahasa berbasis komunikasi
yang digunakan dalam definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada 1963.
Menurut beliau, bahasa definisi tersebut terlalu sulit untuk ditafsirkan dan
diterapkan oleh lembaga sekolah. Kedua, beliau beranggapan bahwa kekuasaan
untuk membuat keputusan terkait dengan penggunaan teknologi pendidikan di
sekolah harus bisa ditransfer dari guru kepada para perencana kurikulum. Alasan
Heinich untuk mengubah definisi tersebut didasarkan pada perubahan evolusioner
dan masalah linguistik yang berkaitan dengan fungsi praktisi di bidang
teknologi pendidikan ini. Yang diusulkan oleh Heinich adalah sebuah pendekatan
terhadap persekolahan di mana para spesialis bisa mengambil keputusan tentang
kapan dan di mana teknologi itu bisa digunakan oleh sekolah. Hal ini berbeda
dengan apa yang dibahas dalam pembentukan definisi teknologi pendidikan yang
dibuat pada 1963 itu. Dalam pembuatan definisi tersebut, tinimbang sebagai
bawahan, guru lebih dianggap sebagai rekan para ahli teknologi pendidikan
(Januszewski, 2001).
5.
Kekuatan
yang Mendorong Terciptanya Definisi Baru
Isu lain pun mulai mempengaruhi
bidang teknologi pendidikan ini. Laporan dari Presidential Commission on
Instructional Technology (Komisi Presidensil dalam Teknologi Pendidikan)
menyatakan bahwa teknologi pendidikan bisa didefinisikan dalam dua cara:
“Teknologi pendidikan merupakan
media yang lahir dari revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk tujuan
instruksional di samping penggunaan buku teks dan papan tulis. Secara umum,
Komisi tersebut menjelaskan tentang penggunaan alat teknologi tersebut. Komisi
tersebut berupaya menggunakan berbagai alat untuk teknologi pendidikan ini:
televisi, film, overhead projector, computer dan software serta hardware
lainnya.” (hal. 19)
Definisi kedua menyatakan…
“Teknologi instruksionan merupakan
cara sistematik dalam merancang, melaksanakan dan mengevaluasi keseluruhan
proses belajar mengajar dalam hal objektif, didasarkan atas riset mengenai
komunikasi dan pembelajaran siswa serta menggunakan kombinasi sumber yang
bersifat manusiawi dan non-manusiawi agar instruksi pengajaran menjadi lebih
efektif.” (Komisi dalam Teknologi
Pendidikan, 1970, hal. 19)
Para professional di bidang
teknologi pendidikan merespon laporan ini dalam sebuah rubrik di Audiovisual
Communication Review (1970). Ulasan para professional tersebut mengenai
laporan pemerintah itu kemudian digabungkan. Ely (Ely et al., 1970) dari
Syracuse University berpendapat bahwa semua upaya dari Komisi Teknologi
Pendidikan itu patut dihargai. Earl Funderburk (Ely et al., 1970) dari NEA
mengusulkan tentang sebuah program yang lebih seimbang. Namun David Engler (Ely
et al., 1970) dari perusahaan McGraw-Hill Book Company tidak menyetujui upaya
Komisi Teknologi Pendidikan dalam mengubah definisi teknologi pendidikan
berbasiskan proses yang dihubungkan dengan manfaat teknologi tersebut di masa
depan. Leslie Briggs (Ely et al., 1970) dari Florida State University menuduh
Komisi Presidensil telah menyediakan “gambar dua arah” teknologi pendidikan
dengan menekankan pada hardware dan orientasi proses konsep tersebut.
Kontributor Audiovisual
Communications Review (1970) merasa tidak puas dengan “gambar dua arah” ini
karena akan menimbulkan kebingungan di kalangan pengguna teknologi pendidikan.
Para kontributor tersebut orientasi hardware yang diminati oleh Komisi
Presidensil itu merupakan suatu kemunduran bagi profesi teknologi pendidikan.
B.
Definisi
Teknologi Pendidikan yang Dibuat pada 1972
Pada 1972, melalui evolusi dan
kesepakatan bersama, DAVI berubah menjadi AECT. Perubahan nama
organisasi ini berimplikasi pada perubahan definisi mengenai teknologi
pendidikan. AECT mendefinisikan teknologi pendidikan sebagai berikut:
“Teknologi pendidikan itu
merupakan suatu bidang yang digunakan untuk memfasilitasi pembelajaran melalui
identifikasi, pengembangan, organisasi dan penggunaan semua sumber pelajaran
secara sistematik serta melalui manajemen proses – proses ini.” (Ely, 1972, hal. 36)
Sebagai anggota dari kelompok yang
membuat definisi mengenai teknologi pendidikan, Kenneth Silber (1972) berhasil
menyertakan peran dan fungsi para praktisi teknologi pendidikan sebagai bagian
dari perubahan definisi mengenai teknologi pendidikan itu sendiri. Silber
memperkenalkan istilah learning system (sistem pembelajaran) yang
menggabungkan ide tentang ruang belajar terbuka dengan beberapa konsep
teknologi pendidikan. Sama seperti perspektif Heinich (1970), learning
systemnya Silber (1972) menghendaki adanya perubahan peran guru dan ahli
teknologi pendidikan. Tidak seperti Heinich, Silber mendukung sebuah gagasan
yang mengatakan bahwa siswa harus membuat keputusan terkait dengan penggunaan
teknologi pendidikan itu sendiri. Para ahli teknologi akan membuat berbagai
program dan rancangan yang bisa digunakan oleh siswa agar mereka bisa menemukan
“arah pembelajaran yang sesungguhnya” (hal. 21). Menurut Silber bahwa guru itu
harus menjadi fasilitator bagi pembelajaran siswa bukan hanya sekedar
“penyampai informasi.”
1.
Definisi
yang Didasarkan Atas Tiga Konsep
Ada tiga konsep utama yang mendasari
definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada 1972, yaitu: berbagai sumber
pembelajaran, individualisasi dan personalisasi pembelajaran serta pendekatan
sistem. Ketiga konsep inilah yang menciptakan keunikan dari bidang teknologi
pendidikan ini (Ely, 1972, hal. 37). Memahami ketiga konsep ini disertai dengan
ide tentang teknologi pendidikan sebagai suatu bidang sangatlah penting dalam
memahami definisi teknologi pendidikan yang dibuat oleh AECT pada 1972.
Penting untuk diketahui kalau
beragam penafsiran mengenai ketiga konsep ini juga menimbulkan keberagaman
penafsiran mengenai bidang teknologi pendidikan. Hal ini dikarenakan oleh
tujuan dan falsafah pendidikan yang berbeda – beda pula.
Para pembuat definisi teknologi
pendidikan pada 1972 sebetulnya sudah menyadari kalau konsep tersebut bakal
menimbulkan penafsiran yang berbeda – beda dan mereka tampaknya tertarik pula
pada perbedaan latar belakang akademik serta falsafah pendidikan yang dimiliki
oleh setiap orang. Sementara para pembuat definisi teknologi pendidikan pada
1963 tampaknya tidak mempertimbangkan hal – hal tersebut. Hal ini dapat terjadi
karena para pembuat definisi teknologi pendidikan pada 1972 sangat
memperhatikan falsafah pendidikan. Sementara para pembuat definisi teknologi
pendidikan pada 1963 justru menganggap teknologi pendidikan sebagai teori dan
falsafah pendidikan itu sendiri. Terlepas dari itu semua, tidak diragukan lagi
bahwa pada 1972, para pembuat definisi teknologi pendidikan berpendapat bahwa
Teknologi Pendidikan itu merupakan suatu bidang studi dan bukan merupakan suatu
teori yang spesifik (Januszewski, 1995, 2001).
2.
Teknologi
Pendidikan Sebagai Sebuah Bidang Studi
Ada anggapan yang mengatakan kalau
Teknologi Pendidikan itu merupakan suatu bidang studi. Hal ini telah
menimbulkan implikasi terhadap empat hal, yaitu (1) kita mengakui bahwa teori
tentang teknologi pendidikan itu banyak; tidak hanya sekedar perannya; (2)
perubahan definisi teknologi pendidikan telah menimbulkan pembahasan mengenai
falsafah pendidikan; (3) penggunaan kata field (bidang studi)
menggambarkan orientasi teknologi pendidikan terhadap hardware dan proses
seperti yang dijelaskan oleh Komisi Presidensil (1970); dan (4) definisi ini
didasarkan pada tangible elements (elemen – elemen yang nyata) (Ely,
1972). Definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada 1972 tersebut lebih
didasarkan pada pertimbangan mengenai peran dan fungsinya ketimbang sebuah
konsep abstrak; sama halnya dengan definisi pada 1963 yang menganggap teknologi
pendidikan sebagai sebuah teori.
3.
Kritikan
Terhadap Definisi Teknologi Pendidikan yang Dibuat Pada 1972
Definisi ini tidak banyak mendapat
kritikan; tidak seperti definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada 1963;
mungkin karena definisi pada 1963 dianggap sebagai definisi sementara (Ely,
1994). Hanya ada satu artikel yang muncul dalam literatur mengenai bidang
teknologi pendidikan – sebuah kritik yang ditulis oleh Dennis Myers, seorang
lulusan Syracuse University, Lida Cochran, seorang anggota fakultas di
University of Iowa (Myers dan Cochran, 1973).
Analisa singkat oleh Myers dan
Cochran (1973) menjelaskan setidaknya tentang lima hal. Pertama, mereka
menjelaskan kalau pembuatan definisi teknologi pendidikan itu harus menyatakan
kalau siswa memiliki hak untuk meng-akses sistem pengiriman teknologi sebagai
bagian dari instruksi regular. Hoban (1968) juga menyatakan hal serupa tentang
nilai kepantasan teknologi yang digunakan untuk proses instruksi. Kedua, Myers
dan Cochran mengatakan bahwa definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada
1972 tersebut kurang mengindahkan dasar teoritis. Kritikan ini mendukung
pernyataan dari Heinich (1970) yang mengatakan kalau definisi tersebut kurang
memiliki landasan teoritis.
Ketiga, Myers dan Cochran (19730
mengkritisi peran para ahli teknologi pendidikan yang sangat terbatas. Keempat,
Myers dan Cochran membahas tentang kurangnya istilah – istilah yang digunakan
untuk membahas peran dalam teknologi pendidikan.
Mungkin hal paling menarik dari
analisa ini adalah hubungan antara teknologi pendidikan dengan bidang
pendidikan lainnya. Dalam membahas tentang kendala yang terjadi dalam proses
pembuatan definisi teknologi pendidikan melalui fungsinya, Myers dan Cochran
(1973) menekankan pada pentingnya tujuan pendidikan.
“Yang penting adalah bahwa fungsi
– fungsi tertentu telah dilakukan dalam pendidikan. Generalisasi ini sangatlah
penting karena menggambarkan sebuah sikap yang mencerminkan minat kalangan
professional dan menekankan akan pentingnya komunitas serta kerjasama, hal yang
sangat diperlukan dalam menanggulangi masalah yang terjadi di masyarakat dan
bidang pendidikan.”
(hal. 13)
Di sini, Myers dan Cochran (1973)
tampaknya mengkritisi para pembuat definisi teknologi pendidikan pada 1972 yang
terlalu memperhatikan wilayah intelektual dan peran yang ditampilkan di bidang
tenologi pendidikan. Kritikan ini kehilangan pengaruhnya ketika ditinjau dari
segi “ketidakpatutan” peran yang harus dilakukan oleh para ahli teknologi
pendidikan (Januszewski, 2001).
Ringkasnya, Pada 1972, nama dari
konsep ini berubah; yang tadinya bernama komunikasi audiovisual menjadi
teknologi pendidikan. Nama organisasi yang menaungi bidang teknologi pendidikan
pun ikut berubah; dari DAVI menjadi AECT. Sembilan tahun setelah
definisi pertama teknologi pendidikan itu ditetapkan, telah terjadi banyak
perubahan di lembaga – lembaga sekolah Amerika baik dalam hal hardware
atau inovasi teknologis lainnya. Pada saat ini, Teknologi Pendidikan merupakan
suatu bidang studi, terbuka bagi berbagai penafsiran oleh kalangan yang menjadi
praktisi di bidang tersebut. Definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada
1972 menggambarkan penafsiran tersebut namun ditujukan hanya untuk sementara
saja. Begitu sebuah definsi telah dipublikasikan, maka definisi selanjutnya
siap untuk dikerjakan lagi.
C.
Definisi
Teknologi Pendidikan yang Dibuat pada 1977
Pada 1977, AECT merevisi definisi
Teknologi Pendidikan dengan versi yang ketiga, yaitu:
“Teknologi Pendidikan merupakan
integrasi proses yang kompleks; melibatkan manusia, prosedur, gagasan, device
(alat) dan organisasi, bertujuan untuk menganalisa masalah serta
mengimplementasikan, mengevaluasi dan mengatur solusi terhadap masalah –
masalah tersebut, yang dilibatkan dalam seluruh aspek pembelajaran manusia.
Dalam teknologi pendidikan, solusi yang dipakai itu berasal dari semua learning
resources (sumber pembelajaran) yang dirancang/dipilih/digunakan untuk
menciptakan pembelajaran; sumber – sumber ini diidentifikasi sebagai Messages
(pesan), manusia, Material, Device (alat), Technique
(teknik) dan Setting (pengaturan). Proses analisa masalah dan
implementasi serta evaluasi solusi diidentifikasi melalui Teori, Rancangan,
Produksi, Seleksi Evaluasi, Logistik, dan Penggunaan the Educational
Development Functions of Research (Fungsi Riset Pengembangan Pendidikan).
Proses pengarahan atau koordinasi fungsi tersebut diidentifikasi oleh the
Educational Management Functions (Fungsi Manajemen Pendidikan) dari Organizational
Management and Personnel Management (Manajemen Personal dan Manajemen
Organisasional).”
(AECT, 1977. hal. 1)
1.
Teknologi
Pendidikan Kontra Teknologi Instruksional
Perbedaan konsep antara istilah educational
technology (teknologi pendidikan) dengan instructional technology
(teknologi instruksional) merupakan bagian dari analisa buku ini. Agar kita
mampu memahami definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada 1977 beserta
kerangka teoritisnya, maka kita harus memahami pula pandangan para pembuat
definisi tersebut mengenai hubungan antara teknologi instruksional dengan
teknologi pendidikan. Dasar premis untuk perbedaan ini adalah bahwa teknologi
instruksional itu merupakan bagian dari teknologi pendidikan sama halnya dengan
bahwa instruksi pengajaran merupakan bagian dari pendidikan. Alasannya adalah
karena instruksi merupakan bagian dari pendidikan, maka teknologi instruksi pun
merupakan bagian dari teknologi pendidikan (AECT, 1977). Contohnya, konsep
teknologi pendidikan dilibatkan dalam solusi masalah “semua aspek pembelajaran
manusia” (hal. 1). Konsep teknologi pendidikan dilibatkan dalam solusi masalah
di mana “pembelajaran itu bersifat purposif (penuh tujuan) dan
dikontrol” (hal. 3).
2.
Teknologi
Pendidikan Sebagai Sebuah Proses
Ada dua hal lain yang muncul dari definisi
teknologi yang dibuat pada 1977 tersebut dan keduanya saling berhubungan.
Pertama, definisi tersebut juga dianggap sebagai sebuah “proses” (AECT, 1977,
hal. 1). Kata proses ini dimaksudkan untuk mengkonotasikan gagasan bahwa
teknologi pendidikan itu dapat dianggap sebagai sebuah teori, bidang, atau
profesi. Kedua, konsep sistemmya disertakan juga ke dalam definisi tersebut dan
konsep pendukungnya baik dalam hal deskriptif maupun preskriptifnya. Oleh para
pembuat definisi ini, kedua hal tersebut dianggap saling berhubungan dengan
mengatakan bahwa penggunaan konsep sistem itu merupakan sebuah proses (AECT,
1977).
Sebagai salah satu dari tiga konsep
pendukung definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada 1977 tersebut,
pendekatan sistem ini telah menjadi dasar bagi definisi itu sendiri. Untuk
memperkuat konsepnya itu, para pemimpin di bidang teknologi pendidikan
berasumsi bahwa konsep pendukung definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada
1977 tersebut sangat berhubungan dengan pendekatan sistem.
Ketiga konsep pendukung definisi ini
adalah sumber, manajemen dan pengembangan pembelajaran. Sumber pembelajaran
merupakan sumber yang digunakan dalam sistem pendidikan; penggunaan konsep
sistem secara deskriptif oleh para pembuat definisi teknologi pendidikan pada
1977 ini disebut resource by utilization (penggunaan sumber). Sumber ini
dirancang untuk tujuan instruksional; penggunaan pendekatan sistem secara
preskriptif disebut resource by design (rancangan sumber) atau instructional
system components (komponen sistem instruksional) (AECT, 1977).
Sama seperti konsep sumber
pembelajaran, manajemen pembelajaran dapat digunakan secara deskriptif untuk
menjelaskan tentang sistem administratif atau tindakan secara preskriptif.
Konsep manajemen pembelajaran sering digunakan sebagai metafora bagi pendekatan
sistem dalam pendidikan (Heinich, 1970). Istilah instructional development
sering digunakan untuk menjelaskan tentang system approach to instructional
development (pendekatan sistem terhadap pengembangan instruksional) atau instructional
system development (pengembangan sistem instruksional) (Twelker et al.,
1972). Pendekatan sistem terhadap instruksi ini melibatkan proses pengembangan
instruksi dan model pengembangan instruksi melibatkan manajemen pembelajaran sebagai
suatu tugas yang harus diselesaikan dalam pendekatan sistem terhadap
pengembangan instruksional yang pada gilirannya menggabungkan konsep sistem
dengan pandangan teknologi pendidikan mengenai proses. Interpretasi deskriptif
dan preskriptif mengenai definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada 1977
ini kelak akan mempengaruhi definisi teknologi pendidikan di masa depan.
Para pembuat definisi teknologi
pendidikan pada 1977, yang menggunakan istilah proses untuk
mengembangkan skema kongruen dan sistematik untuk konsep teknologi pendidikan,
mengatakan bahwa:
“Definisi ini menjelaskan tentang
teori, bidang dan profesi sebagai sesuatu hal yang saling berhubungan. Ini
dikarenakan bahwa definisi bidang teknologi pendidikan berasal dari dan
termasuk dalam teori teknologi pendidikan; dan profesi teknologi pendidikan
berasal dari dan termasuk dalam bidang teknologi pendidikan.” (AECT, 1977, hal. 135)
Pada akhirnya, upaya untuk
menunjukkan keterkaitan di antara konsep utama tersebut menimbulkan berbagai
isu. Ada lima manfaat dari penjelasan mengenai teknologi pendidikan sebagai
sebuah proses, yaitu (1) istilah proses ini memperkuat pandangan proses
teknologi pendidikan terhadap pandangan produk teknologi pendidikan. (2)
istilah proses merupakan landasan definisi teknologi pendidikan untuk
aktifitas para praktisi, aktifitas yang bisa diawasi dan diverifikasi secara
langsung. (3) istilah proses ini bisa digunakan untuk menjelaskan
teknologi pendidikan sebagai sebuah teori, bidang atau profesi. (4) istilah proses
ini memungkinkan adanya evolusi pemikiran dan riset di sekitar konsep sistem
teknologi pendidikan. (5) proses yang menggunakan riset dan teori memperkuat
bukti kalau teknologi pendidikan itu merupakan sebuah profesi.
3.
Teknologi
Pendidikan Sebagai Bidang, Teori dan Profesi
Para pembuat definisi teknologi
pendidikan pada 1977 mengatakan bahwa teknologi pendidikan bisa dijelaskan
dalam 3 cara yang berbeda – yaitu sebagai sebuah konstruksi teoritis, bidang
ataupun profesi (AECT, 1977, hal. 17). Mereka melanjutkan,”semuanya (ketiganya)
saling melengkapi, tidak ada yang lebih baik atau lebih jelek. Ketiganya
merupakan cara berpikir yang berbeda mengenai suatu hal yang sama (hal. 18).
Para pembuat definisi teknologi pendidikan pada 1977 ini mengatakan bahwa konstruksi
teoritis, bidang dan profesi semuanya itu didasarkan atas proses. Istilah proses
menjelaskan dan menghubungkan ketiga perspektif mengenai teknologi pendidikan
ini.
Teknologi pendidikan dianggap
sebagai sebuah teori dalam definisi yang dibuat pada 1963 (Ely, 1963), disebut
sebagai sebuah bidang dalam definisi yang dibuat pada 1972 (Ely, 1972).
Sementara dalam definisi yang dibuat pada 1977, teknologi pendidikan juga
dianggap sebagai sebuah profesi. Sebelum definisi teknologi pendidikan pada
1977 ini dipublikasikan, istilah profesi telah digunakan untuk hal – hal
yang berhubungan dengan teknologi pendidikan. Semenjak Finn (1953) mengatakan
bahwa bidang teknologi pendidikan ini belum mencapai status sebagai sebuah
profesi, pihak yang bergelut dalam teknologi pendidikan (seperti Silber, 1970)
secara sistematik telah melakukan berbagai upaya untuk menganalisa teknologi
pendidikan sebagai sebuah profesi. Dengan menggunakan kriteria Finn, para
pembuat definisi pada 1977 mengatakan bahwa teknologi pendidikan merupakan
sebuah profesi baru.
Dengan berdasarkan pada interpretasi
dan aplikasi konsep sistem, teknologi pendidikan dapat dijelaskan sebagai
sebuah teori, bidang ataupun profesi menurut definisi yang dibuat pada 1977
tersebut. Penggunaan istilah proses yang menjelaskan bahwa teknologi
pendidikan itu merupakan teori, bidang maupun profesi telah berimplikasi pada
perbedaan interpretasi mengenai pendekatan sistem.
D.
Definisi
Teknologi Pendidikan yang Dibuat pada 1994
Pada 1994, definisi teknologi
pendidikan hampir telah mencakup semuanya. Definisi ini mengatakan,”Teknologi
Pendidikan merupakan teori dan praktik rancangan, pengembangan, penggunaan,
manajemen dan evaluasi proses serta sumber untuk pembelajaran” (Seels &
Richey, 1994, hal. 1).
Upaya para pembuat definisi 1977
untuk memperlihatkan kesetaraan hubungan antara teknologi pendidikan dengan
teknologi instruksional ternyata menimbulkan problem konseptual bagi bidang
teknologi pendidikan. Definisi teknologi pendidikan, yang berkaitan dengan
“seluruh aspek pembelajaran manusia” (AECT, 1977, hal. 1), merupakan definisi
yang terlalu luas sehingga kalangan di bidang teknologi pendidikan pun
berkesimpulan bahwa tidak ada perbedaan antara teknologi pendidikan dengan
kurikulum, administrasi sekolah ataupun metode pengajaran (Ely, 1982). Saettler
(1990) mengatakan bahwa definisi tersebut terlalu luas bagi setiap orang, namun
beliau ragu kalau definisi 1977 tersebut telah mencakup berbagai hal.
1.
Problem
Logis
Landasan teoritis definisi teknologi
pendidikan yang dibuat pada 1977, juga menimbulkan berbagai masalah lain.
Dengan membedakan antara pendidikan dengan instruksi, pembuat definisi 1977
tersebut mengatakan bahwa,”Pendidikan kemudian terdiri atas 2 kelas proses yang
tidak ada instruksi: yaitu proses yang berhubungan dengan administrasi
instruksi..dan proses yang berhubungan dengan situasi di mana manajemen
pembelajaran terjadi secara tidak disengaja” (AECT, 1977, hal. 56). Contoh
manajemen pembelajaran yang terjadi secara tidak disengaja dijelaskan dalam istilah
incidental learning (hal. 56). Masuk akal juga jika manajemen
pembelajaran yang terjadi secara tidak disengaja ini kemudian dianggap sebagai
bagian dari konsep pendidikan (Januszewski, 1997).
Namun, definisi technology
(teknologi) oleh Galbraith (1967), Hoban (1962) dan Finn (1960a, 1965), yang
digunakan oleh para pembuat definisi 1977 untuk menjelaskan istilah teknologi
yang berkaitan dengan konsep teknologi pendidikan, juga bermakna untuk
menjelaskan istilah teknologi yang berkaitan dengan konsep teknologi
pendidikan, juga bermakna gagasan tentang organisasi, manajemen dan kontrol
(AECT, 1977). Para pembuat definisi 1977 tersebut beranggapan bahwa organisasi,
manajemen dan kontrol sebagai ciri dari teknologi; namun gagasan ini
berkontradiksi dengan gagasan mengenai incidental learning dan manajamen
pembelajaran yang terjadi secara tidak disengaja. Pendidikan dalam definisi
1977 tampaknya belum bisa dipadukan dengan bidang teknologi. Kita tidak percaya
kalau teknologi itu merupakan suatu kebetulan, tidak di-menejmen ataupun
terjadi begitu saja.
Teori maupun konstruksi teoritis. Hubungan teknologi pendidikan
dengan “teori” memunculkan masalah lain dalam pembahasan tentang teknologi
pendidikan yang ada pada definisi 1977. Ada 3 hal di mana konsep teori tersebut
berhubungan dengan teknologi pendidikan dalam definisi 1977, yaitu: (1)
anggapan bahwa teknologi pendidikan “konstruksi teoritis” (AECT, 1977, hal. 18,
20, 24); (2) anggapan bahwa teknologi pendidikan itu sendiri merupakan sebuah
“teori” (AECT, 1977, hal. 2, 135, 138); dan (3) bahwa “definisi teknologi
pendidikan merupakan sebuah teori” (AECT, 1977, hal. 4, 20, 134). Untuk
beberapa hal, ketiga hal mengenai teori dan teknologi pendidikan itu cukup
akurat, namun tidak bisa digunakan secara bergantian seperti yang terjadi dalam
definisi 1977. Sebuah konstruksi teoritis tidaklah sama dengan sebuah teori;
bukan seperti itu kasusnya, bahwa jika definisi sebuah konsep itu merupakan
teori, maka konsep itu sendiri merupakan teori. Tidak seperti itu.
“Teknologi pendidikan” tentunya merupakan
sebuah konstruksi teoritis. “Teknologi pendidikan” juga bisa dianggap sebagai
suatu teori yang bergantung pada makna kata teori yang sesungguhnya.
Definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada 1977 merupakan suatu teori
tentang konsep abstrak “teknologi pendidikan.” Namun, karena definisi konsep
teknologi pendidikan itu bisa merupakan suatu teori teknologi pendidikan, maka
ini tidak berarti bahwa konsep teknologi pendidikan itu sendiri merupakan suatu
teori. Ini sama saja dengan mengatakan bahwa sebuah definisi konsep demokrasi
merupakan suatu teori demokrasi namun, konsep demokrasi itu sendiri bukan
merupakan suatu teori.
Membedakan antara pendidikan dengan
instruksional. Upaya untuk merevisi definisi teknologi pendidikan yang dibuat
pada 1977 telah menunjukkan adanya ketidak-relevanan konseptual yang ada dalam
definisi sebelumnya. Tidak seperti para penyusun definisi 1977 yang berupaya
membedakan teknologi pendidikan dengan teknologi instruksional, para penyusun definisi
pada 1994 menegaskan bahwa problem tersebut tidak dapat dijawab dengan mudah.
Mereka mengatakan,”Pada saat ini istilah educational technology
(teknologi pendidikan) dan instructional technology (teknologi
instruksional) digunakan secara bergantian (masih sering ketukar) oleh para
professional di bidang teknologi pendidikan” (hal. 5). Namun mereka berpendapat
begini:
“Karena istilah instructional
technology itu (a) lebih umum digunakan di Amerika, (b) mencakup situasi
praktis, (c) mampu menjelaskan fungsi teknologi dalam pendidikan, dan (d)
menekankan pada instruksi dan pembelajaran, maka istilah instructional technology
digunakan dalam definisi yang dibuat pada 1994, namun baik instructional
technology maupun educational technology, keduanya dianggap
sama.” (Seels & Richey, 1994, hal.
5)
2.
Asumsi
– Asumsi yang Mendasari
Seels dan Richey (1994) telah
membedakan definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada 1994 dengan definisi
sebelumnya melalui identifikasi dan analisa terhadap beberapa asumsi yang mendasari
definisi tersebut. Berikut adalah asumsi – asumsi tersebut:
- Instuctional technology telah ber-evolusi dari sebuah gerakan menjadi sebuah bidang dan profesi. Karena sebuah profesi itu berhubungan dengan dasar ilmu pengetahuan, maka definisi 1994 harus mampu mengidentifikasi dan menekankan instructional technology sebagai sebuah bidang dan praktik studi (hal. 2)
- Revisi definisi tersebut harus mencakup semua wilayah yang menjadi perhatian para praktisi dan sarjana. Wilayah ini merupakan wilayah utama dalam bidang teknologi pendidikan (hal. 2).
- Baik proses maupun produk merupakan hal penting bagi bidang teknologi pendidikan dan harus diikutsertakan dalam definisinya (hal. 2).
- Baik riset maupun praktik di bidang teknologi pendidikan dilaksanakan sesuai dengan norma etika profesinya (hal. 3).
- Ciri dari teknologi instruksional adalah efektifitas dan efisiensi (hal. 3).
- Konsep sistematik dijelaskan secara implisit dalam definisi 1994 karena konsep teknologi pendidikan sesuai dengan proses sistematik untuk mengembangkan instruksi (hal. 8).
Asumsi – asumsi tersebut telah
membuat definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada 1994 menjadi lebih
“ekonomis” dibanding definisi – definisi sebelumnya.
3.
Teori
dan Praktik
Para penyusun definisi 1994
menegaskan bahwa definisi tersebut dibangun atas 4 komponen: (a) teori dan
praktik; (b) rancangan, pengembangan, penggunaan, manajemen dan evaluasi; (c)
proses dan sumber; dan (d) pembelajaran. Komponen – komponen ini bukanlah hal
baru; namun dalam definisi 1994 ini, keempat komponen tersebut di-reorganisir,
disederhanakan, dan dihubungkan, dalam sebuah cara yang membuat definisi 1994
ini menjadi unik.
Definisi 1994 menggunakan frase yang
ada dalam definisi 1963 pada saat teknologi instruksional disebut sebagai teori
dan praktik. Dan para penyusunnya pun bilang,”Sebuah profesi itu harus
mengandung dasar ilmu pengetahun yang mendukung praktik” (Seels & Richey,
1994, hal. 9). Para penyusun tersebut menggunakan kalimat sederhana namun jelas
bahwa “teori itu terdiri atas konsep, konstruksi, prinsip dan proposisi yang
memberikan sumbangsih kepada sekumpulan ilmu pengetahuan” dan bahwa “praktik
merupakan aplikasi dari ilmu pengetahuan” (hal. 11). Dengan melakukan hal yang
demikian, maka para penyusun definisi 1994 telah menyelesaikan masalah perihal
makna teori yang merupakan “peninggalan” dari definisi 1977, definisi teori
yang terlalu tepat.
4.
Domains
Konsep (atau “domain” dari definisi
1994) rancangan, pengembangan, penggunaan, manajemen dan evaluasi mengandung
dasar ilmu pengetahuan bidang teknologi pendidikan seperti terdapat pada Standard
for the Accreditation of School Media Specialist and Educational Technology
Specialist Programs (Standar Akreditasi Program Spesialis Teknologi
Pendidikan dan Spesialis Media Sekolah) (AECT, 2000). Ketika konsep ini
digabungkan dan dilaksanakan dalam urutan yang benar, maka konsep tersebut sama
dengan tahapan perkembangan yang dijelaskan dalam definisi teknologi pendidikan
yang dibuat pada 1977. Konsep ini dapat ditelusuri secara langsung dari gagasan
mengenai educational engineering (teknik pendidikan) yang
dikembangkan oleh W.W. Charters (1945). Penting untuk diketahui bahwa para
penyusun definisi 1994 tidak bermaksud mengatakan bahwa para praktisi teknologi
pendidikan melakukan konsep teknologi pendidikan melalui urutannya masing –
masing.
Seels dan Richey (1994) memberikan
definisi mengenai proses dan sumber dengan mengatakan,”Sebuah proses itu
merupakan rangkaian aktifitas atau operasional kerja yang diarahkan langsung
kepada hasil tertentu” (hal. 12). “Sumber itu merupakan hal – hal pendukung
terjadinya pembelajaran, termasuk sistem pendukung bagi lingkungan dan materi
instruksional” (hal. 12). Dengan penjelasan ini, maka para penyusun tersebut
mampu (a) menggunakan proses untuk memperkuat gagasan tentang teknik dan sains
dalam instruksi; (b) mempertahankan perbedaan antara sumber (resources)
sebagai sesuatu dengan proses; serta (c) bersikap konsisten terhadap
terminologi yang digunakan dalam tiga definisi sebelumnya.
Konsep pembelajaran bukanlah hal
baru dalam definisi 1994; namun, definisi pembelajaran yang dimaksudkan oleh
para penyusun tersebut merupakan hal yang baru. Dalam definisi sebelumnya,
istilah learning (pembelajaran) ditujukan untuk mengkonotasikan
perubahan sikap seperti yang dijelaskan oleh Tyler (1950). Namun, para penyusun
definisi 1994 ingin beralih dari orientasi terhadap sikap ini. Mereka
mengatakan,”Dalam definisi ini, pembelajaran itu mengacu pada “perubahan
permanen yang terjadi dalam sikap maupun pengetahuan seseorang melalui
pengalaman” (Mayer, 1982, seperti dicatat dalam Seels & Richey, 1994, hal.
12). Frase melalui pengalaman maksudnya adalah menghindari
hubungan sebab akibat serta ingin menciptakan pembelajaran yang direncanakan.
5.
Kritikan
Terhadap Definisi 1994
Kritikan yang terjadi pada definisi
1994 adalah bahwa teknologi instruksional lebih tampak seperti pendekatan
sistem terhadap pengembangan instruksional meskipun perubahan yang terjadi
dalam praktik di bidang teknologi instruksional (seperti inisiatif berbasis
konstruktifis serta penerimaan umum terhadap inovasi computer dalam metodologis
kelas) telah membuat definisi 1994 tersebut menjadi lebih restriktif
(terbatas) bagi kalangan guru, administrator sekolah, para peneliti dan
sarjana. Kritikan ini menyebabkan perlunya rekonsiderasi (pertimbangan
kembali) dan revisi definisi 1994 tersebut yang telah digunakan selama lebih
dari satu dekade.
E.
Definisi
Teknologi Pendidikan yang Aktual
Tugas AECT untuk menelaah kembali
definisi teknologi pendidikan yang dibuat pada 1994 ini harus dilakukan melalui
penelusuran terhadap asal usul/sejarah definisi teknologi pendidikan disertai
isu – isu lain seperti semantik ataupun keinginan untuk membuat definisi
tersebut menjadi lebih representatif bagi para praktisi di bidang ini serta
definisi yang mampu memberikan perhatian penuh terhadap teori dan riset yang
lebih kritis terhadap keberlangsungan pembelajaran.
Di satu sisi, tidak boleh melupakan
tujuan professional yang ditandaskan dalam definisi teknologi pendidikan yang
dibuat pada 1963, yaitu:
Para pemimpin pendidikan harus mampu
merespon perubahan teknologi secara lebih pintar jika DAVI mampu mendukungnya
dengan serius, maka definisi dan terminologi sebagai basis bagi perkembangan
professional merupakan pra-syarat mutlak pada saat ini, bidang komunikasi
audiovisual telah mencapai taraf pengambilan keputusan harus membuat definisi
teknologi pendidikan yang mampu mencakup berbagai taraf pengertian/pemahaman,
namun memang tidak ada definisi yang betul – betul pasti. (Ely, 1963, hal. 16 –
18).
Jadi, definisi teknologi pendidikan yang aktual
itu adalah, ”Teknologi Pendidikan merupakan studi dan praktik etis dalam
memfasilitasi serta meningkatkan performa (penampilan) belajar dengan cara
menciptakan, menggunakan dan mengatur proses serta sumber tekonologi yang
tepat.”
saran mbak tambahin daftar pustakanya,
BalasHapusterimakasih.